March 31, 2011

Pahit versus Manis

Saya kenal dua orang wanita yang kepribadiannya berbeda 180 derajat.

Satu adalah wanita yang punya (hampir) segalanya. Suami yang setia, sabar, pengertian, dan penyayang. Anak-anak yang sehat, aktif, dan lincah. Keluarga yang utuh. Rumah besar. Uang berkecukupan. Mobil lebih dari satu. Pekerjaan suami stabil dengan penghasilan tetap. Dengan kata lain, rumah tangga yang (seharusnya) bahagia. Dengan kata lain, kehidupan yang (seharusnya) manis. Kita sebut kehidupan ini adalah kehidupan milik sang Wanita 1.

Lainnya adalah wanita yang kehidupannya setengah. Dia punya segalanya, sekaligus tidak punya apa-apa. Memang hidupnya berkecukupan, setidaknya sandang, pangan, papan, plus leisure bisa terpenuhi. Anak sehat, aktif, dan lincah. Pekerjaan stabil. Tapi tanpa suami. Hanya ada kecaman. Hanya ada ancaman. Hanya ada pria-pria yang lebih banyak memberi air mata daripada canda tawa. Ada cinta, tapi tidak ada rasa aman. Dengan kata lain, kehidupan yang (seharusnya) pahit. Kita sebut kehidupan ini adalah kehidupan milik sang Wanita 2.

Dengan tipe kehidupan seperti itu, kodratnya, seharusnya, Wanita 1 memiliki lingkungan yang lebih memadai untuk membentuk pribadi yang positif dan Wanita 2 memiliki lingkungan yang lebih memadai untuk membentuk pribadi yang negative. Salah besar. Pada faktanya, ternyata Wanita 1 jauh lebih memancarkan aura negative dari Wanita 2. Wanita itu memang selalu penuh kejutan bukan?

Mengobrol dengan Wanita 1 selalu berisi keluhan. Diantara kata-kata (yang murni hanyalah kata-kata di mulut saja) berupa ucapan syukur, terselip omelan kekecewaan terhadap suami yang dianggap kurang memuaskan baik secara jasmani, rohani, dan materi. Terucap makian-makian yang kurang pantas dikeluarkan di muka umum. Terlontar keluhan-keluhan yang vulgar. Intinya, tidak tahu cara bersyukur.

Mengobrol dengan Wanita 2 selalu berisi lelucon. Diantara kata-kata (yang tidak diucapkan secara faktual) berupa lelucon mengenai cerita kehidupan pahit, terbersit ungkapan syukur terhadap apa yang dimiliki tanpa meratapi apa yang tidak dimiliki. Sinis tetapi berani. Tegar sekaligus perih. Intinya, teriakan yang tidak terdengar tetapi berasa sampai ke jiwa.

Intinya, hidup itu tak pernah bisa diduga. Dan sering tidak adil, bagi kita, manusia. Tetapi kan yang kita lihat hanya sebagian kecil. Selama Tuhan menganggap bahwa itu adil, terima sajalah, dan bersyukur. Toh kita masih hidup, bukan?

March 23, 2011

Life, as I know it..

Pernah ada masa-masa dimana gue percaya ama dunia semanis cotton candy. Bukan berarti sekarang gue gak percaya sama dunia semanis madu semacam itu. Gue tetep yakin dunia itu ada, tapi bukan untuk orang seperti gue. Buat gue, hidup itu layaknya rasanya nano-nano, campur aduk.

Dunia pink ala cotton candy cuma terjadi sama orang-orang manis yang suka pake baju-baju berenda dan baby doll warna pastel. Buat cewek yang memelihara anjing maltese, pom-pom dan shihtzu yang dikasi hiasan pita di kepala dan lonceng di leher yang dijinjing dalam tas kemana-mana. Cocok buat cewek yang pake balet shoes mungil berwarna pink atau silver. Cewek-cewek yang koleksi ratusan Barbie dan puluhan Teddy Bear. Intinya, cewek-cewek pink. Well, I’m not those kind of girl.

Gue cewek yang lebih suka pake jeans dan atasan dibanding rok terusan. Anjing yang ada dibenak gue tuh anjing golden yang berlarian liar di taman, bukan dikandangin ato ditaro di dalam tas. Gue lebih nyaman sama warna hitam putih abu-abu yang kesannya netral. Dibanding jatuh cinta sama Hello Kitty, gue malah fall in love sama Eeyore yang gloomy.

Gue cuma orang yang sadar sekali kalau dibawah bunga-bunga yang bewarna-warni, terdapat tanah yang warnanya coklat dan rasanya lembek. Sebagai seorang realis, hal yang gue sadari secara penuh adalah bahwa hidup itu pahit, tapi gak perlu ribut, Tuhan ngasih kita gula buat mempermanis hidup kok.

Cewek-cewek itu dan gue emang definitely berbeda karakter. Tapi bukan berarti cewek-cewek itu dan gue punya porsi yang berbeda buat ngerasain senyuman. Sama-sama manusia, apapun packaging-nya, hak buat ngerasain senyumannya sama besarnya. Kami punya kesempatan yang sama kok buat ketawa dan ngerasa bahagia. Jadi, gak perlu dibandingin atau disesalin.

Emang sempet ada masanya ketika buat gue packaging itu jadi penting sekali. Saking pentingnya, kadang gue bahkan pernah sampe lupa ngeliat isinya. Kayak milih wine di cellar. Lo gak akan nyangka bahwa wine terenak mungkin tersimpan dalam botol yang paling debuan dan dekil.

Intinya, Tuhan itu adil. Dia sengaja nyiptain manusia dengan karakter yang berbeda-beda. Maka dari itu sebenernya lo gak perlu mengubah atau menyembunyikan keunikan lo. You can choose to be whether a trendsetter or a copycat. Yah, gue juga bukan trendsetter sih, tapi gue jelas bukan copycat. Hidup aja udah susah, kenapa perlu repot hidup dengan standard orang lain?

Jadi ngerti kan kenapa gue cinta setengah mati sama hidup gue?

March 15, 2011

Album of The Now (:

And the winner goes to: Train – Save Me San Francisco. Do you know about them? I think you do, because they’ve been so popular lately. The songs in this album are so great! Train’s really brings me into a different perspective of music. Since I start to hear Hey, Soul Sister, I feel desperately in love to their songs. For your information, the theme of this album is love. As I quote from their site, Monahan explored the age-old concept of love through his signature storytelling lyrics and the album, as he explains, is "about love in every way you can think about it."

I confess that I just know about them lately, maybe last year. And I, myself, know this band because of this album. I never hear about them before, shame on me. And to know that they’ve been in the music world for 7 years! Where am I before?

The first song that makes me fall in love with them is Hey, Soul Sister. Their tune makes me want to swing with the song. It always makes me smile. After that, I fall in love with If It’s Love. Their third single that still going up and down in billboard chart now is Marry Me.

One of their songs that still linger in my head is Shake Up Christmas, but it’s not in this album. Everytime I plays this song in my car or my boyfriend’s car, someone always spoke, “The Coca Cola’s song!” and I always answer, “Really?” and they will say, “Not sure.” I really never watch any television program, so there’s no chance that I will know about any advertising song. And just now I find out that this is really the song for Coca Cola advertising! (Thanks to Mr. Google) You really always surprise me, Train!

So, for now, consider me as the fans of Train. Tho I don’t really know about them, about the personnel, the history, the biography, whatever. I just know that I like their songs. I really really like their songs.

B.A.L.I - The Islands of Gods

Bermula dari kegiatan rutin temen gue yang selalu ngecek situs airlines yang lagi promo. Alhasil, akhirnya kami, tujuh wanita bosan kerja, membeli tiket PP Jakarta-Denpasar secara impulsive. Tiket yang kami beli itu jaraknya masih almost setahun dari tanggal pembelian sampai keberangkatan. Lamanyaaa.

Dan seperti layaknya sebuah rencana yang baisanya berguguran, dari tujuh anggota, pada akhirnya pas sampai pada hari H, hanya empat yang tetep jadi berangkat. Gue sendiri adalah salah satu yang mikir mau berangkat apa enggak. Masalahnya, bolos kuliah booo kalau berangkat. Tapi apda akhirnya, sumpah sungguh, gue sama sekali tidak menyesal sudah datang ke Bali. Mau liburan seberapa kali pun, seberapa sering pun, Bali akan selalu menjadi tempat yang berkesan di benak gue. Dipaksa tinggal disana pun gue mau *loh.

Yang jelas, Bali tuh panas sangat selalu, sampai gue akhirnya beli topi anyaman gede mampus yang bisa berfungsi jadi payung juga (eh ini bercanda loh bisa dijadiin payung, orang anyamannya bolong). Walhasil gue dijemur matahari sana sini sampe rasanya kering deh. Untung pas balik, si kulit tidak menghitam hohoho.

Dan yang jelas bali cuek, mungkin karena budaya kebarat-baratan kali ya, lo bisa jadi siapapun di bali. Who cares anyway? Lagian keuntungan gue adalah muka yang katanya kayak ‘bukan orang sini ini.’ Gue sampe diajak ngomong mandarin, diajak ngomong inggris (yang adalah template pedagang disana sepertinya), sampai-sampai kalau gue jawab bahasa indo, si mbok (atau mbak dalam bahasa Bali) bakal kaget dan bilang, ’Kirain bukan orang sini.’

Satu-satunya hal yang gue sesalin adalah kenapa gue gak beli si arak Bali merek Barong itu?? Botolnya kan lucu mampus. Lumayan buat nambahin koleksinya liquor-nya pacar. Sebal-sebal-sebal.

Anyway, buat orang yang mau ke Bali, mending sebelum bikin itinerary, perhatiin dulu hobby lo apa. Kalau hobby belanja, ya berkunjunglah ke segala pasar-pasar itu serta daerah belanja yang bagusan macam Kuta-Legian-Seminyak. Kalau hobby olahraga air, ya pusatkanlah kegiatan anda di tempat olahraga air. Kalau hobby budaya, ya berkunjunglah ke Pura dan museum yang jumlahnya seabreg disana. Kalau suka seni, ya pergilah membuat keramik di Jenggala (yang mahal mampus itu loh course-nya), atau pengrajin perak di Celuk, atau nonton tarian atau upacara adat.

Saran lainnya, siap-siap makan terus disana, karena disana banyak makanan enak dan café maupun restoran disana jumlahnya zillionan.

Saran gue lagi, kalau cuma Bali, emnding pergi sendiri aja deh daripada ikut tur. Gue berkali-kali gak berhasil ke GWK karena ibu-ibu tur cuman lebih suka mampir belanja ketimbang ke GWK. Kalau takut nyasar, bawa GPS yang update (gue pernah diarahin ke gang buntu disana lohhh sama GPS yang non-update, kacrut).

Terus saran berikutnya, cek kalender keagamaan lo, apa itu adalah harinya upacara keagamaan besar di Bali sana. Kalau iya, mending tunda kesananya (kecuali emang pengen liat ya). Kalau misal lo datang pas seputar Nyepi misalnya, wah alamat bengong di hotel tuh. Terus kalau emang bukan peak season, mending cari hotel spontan aja disana. Ada ratusan hotel disana dan lo bisa pilih langsung.

Saran berikutnya, enjoy Bali! (: