Mereka bilang bahwa teman yang sebenarnya bisa dilihat dari perilaku mereka dikala kita jatuh atau sedih, bukan dikala senang. Katanya sahabat sejati adalah yang berada disisi kita ketika sakit dan susah. Jatuh, sakit, dan susah adalah pembuktian seorang teman sejati.
Di satu sisi, perkataan tersebut benar. Karena banyak orang mengaku teman yang hanya ada ketika kita sedang bahagia atau lebih kasar lagi, ketika kita kaya. Dan dengan kata kaya, yang saya maksud adalah kaya dalam paradigma duniawi atau mudahnya, secara materi. Memang benar mereka adalah teman, tetapi kalau kita sedikit saja menunjukkan tanda-tanda jatuh, yang dalam bahasa duniawi adalah bangkrut, mereka yang mengaku teman itu menghilang. Mendadak kita dijauhi seperti menderita penyakit mematikan saja. Dan itulah alasan kenapa ketika kita sudah bisa membuktikan bahwa teman kita bisa berada disisi kita ketika kita jatuh, maka itulah teman sejati.
Tapi tunggu dulu, sepertinya belum tentu demikian. Ternyata teman yang sebenarnya juga harus diuji, apakah mereka akan ada disisi kita ketika kita bahagia atau tidak. Karena ternyata beberapa teman yang selalu ada ketika sedih, ternyata, belum tentu mau berada disisi kita ketika kita senang. Aneh sekali, padahal sedih kan perkara menyebalkan dan senang adalah perkara menyenangkan. Kalau seperti ini tentu terbalik paradigma pikirannya jadinya.
Walaupun demikian, memang ada yang seperti itu. Banyak orang datang dengan mengaku teman baik dan minta diaku sebagai teman baik karena sudah menemani dalam keadaan sedih dan susah. Terlihat seperti seorang sahabat yang luar biasa yang menghibur, mendengarkan ketika cerita, membantu, dan sebagainya.
Lalu ketika suatu hari kita bangkit dan kembali berbahagia, lalu kita menyadari bahwa beberapa teman kita ketika kita sedih dan jatuh itu tidak ada disebelah kita. Ternyata fakta anehnya adalah teman yang berada disisi kita ketika sedih itu mendadak menghilang ketika kita bahagia.
Hanya ada tiga kemungkinan kalau begitu. Entah saya ini pribadi yang menyebalkan sekali, yang bukan teman yang baik ketika saya bahagia. Atau entah teman itu lebih suka ketika saya sedih dan perlu dihibur daripada ketika saya bahagia. Atau teman saya itu punya tujuan lain dengan menjadi teman ketika saya sedih dan jatuh. Tetapi saya jahat sekali kalau berpikir bahwa teman saya bisa berpikir seperti itu. Jadi mungkin berarti saya ini bukan teman yang baik jika saya berada dalam kondisi bahagia.
Bahwa saya bukanlah seorang teman yang baik adalah realita yang menyebalkan untuk diketahui. Dan hal lain untuk diubah dari diri sendiri.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
hmm interesting.. kenapa bisa mikir kaya gitu nya?
panjang ceritanya, dea.. another chat maybe and i'll tell u about it :D
Post a Comment